


MANUSIA dan hampir seluruh mamalia hampir mustahil bisa hidup di dalam
lingkungan dengan kondisi sangat ekstrem. Sebutlah suhu yang teramat
dingin atau teramat panas. Namun ada makhluk-makhluk berukuran mikro
yang justru menyenangi hidup di lingkungan sangat panas atau sangat
dingin seperti di atas. Mikroba-mikroba ini justru tidak dapat
berkembang di lingkungan di mana sebagian besar makhluk hidup lain dapat
hidup dengan nyaman di dalamnya.
Mikroba-mikroba ini biasa disebut "extremophile". "Extremo" berarti
sangat berlebihan (ekstrem), "phile" berarti menyukai. Jadi extremophile
adalah mikroba yang menyukai lingkungan habitat ekstrem untuk
kelangsungan hidupnya.
Makhluk hidup jenis ini, walaupun menurut dugaan banyak ilmuwan telah
hidup di bumi jauh lebih tua daripada makhluk hidup lainnya, tetapi baru
diketahui keberadaannya sekitar tahun 1980-an. Penelitian terhadap
extremophile meningkat pesat sejak ditemukan mikroba yang dapat hidup
mendekati suhu air mendidih oleh ilmuwan bernama Stetter dari Jerman.
Sejak itu, penelitian untuk mengisolasi mikroba ini bagai menjadi
boom di kalangan negara-negara maju seperti Jerman, Amerika, dan
Jepang.
Keberagaman dan kehebatan karakter yang terdapat dalam extremophile
sangat memikat hati para ilmuwan. Ada extremophile yang menyukai
lingkungan yang bersuhu sangat tinggi mendekati suhu didih (90 derajat
Celcius). Bahkan hasil penemuan akhir-akhir ini menunjukkan ada mikroba
yang bisa hidup di suhu 130 derajat Celcius.
Extremophile yang menyenangi lingkungan sangat panas ini biasa
disebut hyperthermophile. Penemuan hyperthermophile yang bisa hidup pada
suhu di atas 100 deerajat Celcius membawa spekulasi kepada kemungkinan
adanya mikroba yang bisa hidup pada suhu lebih tinggi di atasnya,
misalnya 200 derajat Celcius.
Sampai suhu berapa kemungkinan kehidupan itu ada? Tak ada yang bisa
menjawab. Para ilmuwan berpendapat, bahwa hampir tidak mungkin ada
kehidupan di atas suhu 300 derajat Celcius. Suhu ini adalah suhu batas
di mana ikatan antar molekul dalam senyawa bisa bertahan. Lebih daripada
itu tak akan mungkin terbentuk senyawa, karena setiap unsur menjadi
sendiri-sendiri di atas suhu ini.
Extremophile yang lain ada yang bisa hidup pada suhu mendekati titik
beku air. Bahkan sel mereka masih bisa membelah pada suhu di bawah nol,
suhu di mana mikroba lain berhenti membelah diri. Ada juga yang menyukai
lingkungan yang lebih asam dari cuka berkonsentrasi 100 persen,
lingkungan yang membuat logam bisa berkarat dalam waktu singkat. Namun
ada juga yang kebalikannya, yaitu hidup di lingkungan yang luar biasa
basa atau lingkungan yang tinggi kadar garamnya. Ada pula yang bisa
hidup di bawah lingkungan dengan tekanan 4 kali tekanan atmosfir.
Kebanyakan extremophile benar-benar menyenangi lingkungan yang
kadang-kadang merupakan gabungan kondisi mematikan. Banyak dari
extremophile yang hidup di suhu mendekati titik didih ditambah asam,
atau bersuhu tinggi di tambah tekanan sangat tinggi, atau suhu tinggi
ditambah tanpa oksigen.
Suatu kondisi yang mematikan bagi makhluk hidup lain, justru
menyenangkan bagi extremophile. Di mana extremophile dapat ditemukan?
Tentu saja di lingkungan yang memenuhi kondisi-kondisi di atas. Penemuan
pertama extremophile adalah di daerah vulkanik yang penuh dengan mata
air panas.
Penemuan itu membawa para ilmuwan untuk mengeksplorasi lingkungan
yang lebih dahsyat daripada itu, misalnya lingkungan vulkanik yang penuh
dengan asam belerang. Atau lingkungan vulkanik di bawah laut dalam, atau
puncak gunung tinggi yang selalu bersuhu di bawah nol. Ternyata memang
ada kehidupan di tengah asap belerang yang mengepul, serta ada kehidupan
di antara panasnya kawah vulkanik dan dahsyatnya tekanan air di bawah
laut.
Maka muncul hipotesa menarik tentang kehidupan di planet lain selain
bumi. Tidak mustahil ada kehidupan di planet Mars, yang minim oksigen
dan air itu. Sebab ternyata, di tempat-tempat yang beberapa puluh tahun
lalu dipikirkan sebagai tempat yang mustahil untuk kehidupan ternyata
ditemukan mikroba!
Eksplorasi ke lingkungan dahsyat seperti ini membutuhkan teknologi
canggih yang biayanya sangat mahal, sehingga eksplorasi mikroba jenis
ini hanya bisa dilakukan oleh negara berteknologi maju dan bermodal
besar seperti Amerika atau pun Jepang.
Negara-negara maju ini mempertaruhkan modal dan teknologi bukan tanpa
harapan. Harapan besar tertumpu pada produk biomaterial yang dihasilkan
oleh extremophile ini, yaitu enzim.
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai biokatalis yang terdapat
di dalam setiap sel makhluk hidup. Dengan keberadaan enzim di dalam sel
tubuh inilah, setiap reaksi kimia untuk menjaga kelangsungan hidup
makhluk hidup terjadi. Karena extremophile menyenangi lingkungan ekstrim,
maka enzim yang terdapat dalam tubuhnya biasanya menyenangi lingkungan
ekstrim pula.
Sebagai contoh, hyperthermophile mempunyai enzim yang sangat stabil
dan hanya dapat bereaksi pada suhu tinggi. Enzim seperti ini sangat
ideal untuk proses reaksi dalam industri. Karena dalam masalah
efektifitas, tak ada katalis yang mengungguli enzim. Enzim yang tidak
rusak ketika bereaksi dan tahan lama dalam suhu tinggi menjadi impian
para industrialis di bidang industri makanan atau minuman. Impian ini
nampaknya menjadi kenyataan dengan ditemukannya extremophile ini.
Pembacaan genom dari extremophile juga menjadi salah satu projek
besar di negara maju seperti Jepang. Harapan mereka, dengan dibacanya
seluruh genom mikroba ini, maka pembudidayaan enzim yang terdapat di
dalamnya dapat lebih mudah dan murah. Mereka bisa melakukan kloning pada
makhluk hidup lain yang lebih moderat dan mudah kultivasinya seperti
bakteri E. coli dengan berdasarkan informasi dari pembacaan genom
tersebut. Secara biaya, tentu saja ini lebih murah, dibandingkan dengan
kultivasi extremophile dalam skala besar yang memerlukan energi besar
dan peralatan khusus karena keekstrimannya. Bagaimana prospek di
Indonesia?
Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak laut dalam, gunung
berapi dengan mata air panas, dan vulkanik di daerah laut. Oleh karena
itu bisa dikatakan Indonesia adalah daerah potensial untuk habitat
extremophile ini.
Di tengah persaingan negara maju untuk menambang mikroba yang
bernilai industri sangat besar ini, Indonesia bisa jadi adalah pusat
perhatian negara-negara maju yang ingin menambang mikroba ini dengan
penawaran kerja sama. Indonesia membutuhkan kerjasama, karena penelitian
dan isolasi terhadap mikroba ini memang membutuhkan teknologi tinggi dan
biaya mahal.
Extremophile adalah salah satu sumber keragaman hayati yang sama
pentingnya dengan tanaman atau hewan-hewan di hutan-hutan kita. Perlu
kiranya undang-undang yang jelas untuk mengatur tentang hal ini agar
Indonesia dan para penelitinya dapat menikmati hasil kerja sama dengan
lebih adil.